JAKARTA – Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) susun rumusan baru terkait Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU-PPSK) atau Omnibus Law Keuangan.
Penyusunan rumusan ulang dilakukan untuk penyempurnaan RUU PPSK yang beberapa ketentuan pasalnya mendapat respon keras diantaranya dari pegiat koperasi yang menolak pengawasan koperasi melalui OJK.
Pada hari Rabu (30/11/2022) Komisi XI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama para pegiat koperasi dan perwakilan pemerintah membahas tentang RUU PPSK untuk mendapatkan masukan dari para pegiat koperasi berkaitan dengan pasal-pasal yang mengancam jatidiri koperasi.
RDPU tersebut digelar di Gedung Nusantara 1 lantai 1 Ruang rapat Komisi XI DPR-RI, Jl. Jend. Gatot Subroto, Jakarta pukul 14.00 WIB-selesai pada hari Rabu (30/11/2022).
RDPU dipimpin dan dibuka langsung oleh Ketua Komisi XI DPR-RI Drs. H. Kahar Muzakir, RDPU diawali dnegan memperkenalkan para anggota DPR-RI Komisi XI yang telah hadir di ruang rapat.
Usai membuka RDPU Drs. H. Kahar Muzakir memberikan kesempatan kepada para pegiat koperasi untuk menyampaikan aspirasi dan pendapatnya terkait RUU PPSK.
Sri Untari Bisuwarno, (Ketua Umum Koperasi Setia Budi Wanita Jawa Timur) mengawali penyampian aspirasi. Sri Untari menguraikan fakta-fakta di lapangan dan kegiatan aggota koperasi di tempatnya. Sri Untari juga mengungkapkan jati diri koperasi dihadapan komisi XI DPR RI.
“Koperasi adalah kumpulan orang, saling menolong, gotong royong anggota, itu jatidiri koperasi. Nah kasus yang terjadi pada koperasi bermasalah tidak bis akemudian dijadikan dasar pembenaran koperasi di Indonesia diawasi oleh OJK.
“OJK ikut dalam tata kelola koperasi sebagaimana diatur dalam RUU PPSK tidak tepat.” Tegas Sri Untari kepada Komisi XI.
“Hadirnya kami disini, tentu untuk mendapatkan masukan yang terbaik, Sebagaimana ibarat mengukur baju, baju itu lah yang akan kami perlukan, tetapi bapak yang menjahitnya, dan kami yang akan menggunakan baju itu.” Kata Sri Untari di hadapan komisi XI DPR.
Dra Mursida Rambe, (Ketua Perhimpunan BMT Indonesia) menyampaikan menurutnya yang harus dilakukan saat ini oleh pemerintah adalah memperkuat koperasi. “Jadi pemerintah tolong jangan setengah hati mengurus koperasi. Ibu kami itu KemenkopUKM jangan malah koperasi dikasih ibu baru (OJK).
Kemudian, Kamarudin Batubara (Ketua Koperasi Syariah Benteng Mikro) menyampaikan aspirasi dari anggota koperasinya dengan tegas menolak jika koperasi diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Menurutnya, rencana RUU PPSK tersebut disebabkan oleh sejumlah segelintir pihak yang tidak bertanggung jawab dengan mengatasnamakan koperasi. Sehingga mencoreng nama baik koperasi yang selama ini berperan aktif dalam membantu pembiayaan anggotanya.
“Kami khawatir dengan apa yang terjadi ulah 9 koperasi palsu. 9 koperasi sekarang yang membuat kita ada di sini adalah koperasi palsu. Mereka didirikan bukan dari semangat berkoperasi. Itu adalah orang-orang yang berniat negatif,” jelas Kamarudin Batubara.
Komarudin menambahkan, prinsip tata kelola koperasi bukan mencari keuntungan besar dan memperkaya para pengurus. Sebab, ada tujuan dari kebijakan-kebijakan koperasi dalam menyejahterakan para anggotanya.
Giliran Abdul Majid (Ketua KSPPS BMT UGT Sidogiri) menyampaikan aspirasi dan pendapatnya. Lahirnya koperasi di kalangan santri Sidogiri tidak lepas dari latar belakang sosial membantu masyarakat terjerat rentenir. Saat ini koperasi telah berkembang pesat dengan nilai aset ratusan milyar. Ia meminta agar pemerintah tidak merusak bidaya koperasi di Indonesia.
“Kami lama dari kalangan santri membangun budaya koperasi, ini sudah bagus. Koperasi itu berbeda dengan keuangan lain. Kami jangan diobok-obok kalau diobok-obok koperasi terancam berubah wujud dan akan merusak budaya kultur koperasi yang dari oleh dan untuk anggota.” Papar Abdul Majid kepada Komisi XI.
“Kalau koperasi diobok-obok, kalau sampai berubah wujud, ini namanya bukan penguatan sektor keuangan tapi pengempesan sektor keuangan. Kami punya pengalaman BPRS yang diawasi langsung oleh OJK, sudah diawasi OJK ga berhasil-berhasil malah kami tutup”. Papar Abdul Majid kepada Komisi XI.
H.M. Andy Arslan Djunaid, (Ketua Koperasi Simpan Pinjam Jasa, FORKOPI) menyampaiakan terimaksih kepada Komisi XI “Kami menyampaikan terimaksih atas lahirnya RUU PPSK, RUU PPSK menjadikan kami bersatu hari ini”. Kata Andy Arslan.
“Hari ini kami mengetuk pintu hati bapak ibu sekalian, untuk nasib kita para anggota koperasi. Kami minta kepada pemerintah tolong duduk bareng kalau mau perbaikan koperasi, dan kami minta perbaikan koperasi melalui RUU Perkoperasian”. Jelas Andy.
Tolak Pengawasan Melalui OJK
Hal senada diungkapkan oleh para pegiat koperasi lainnya yang secara tegas menolak koperasi koperasi dibawah pengawasan OJK sebagaimana diatur dalam RUU PPSK. Diantaranya dari Marcelius (Credit Union kalimantan Barat) ia menegaskan koperasi tidak alergi dengan pengawasan, ia meminta agar koperasi diperkuat melalui RUU Perkoperasian, dan agar pemerintah membuat DIM baru dengan koperasi dikeluarkan dari RUU PPSK.
Dolfie (Wakil Ketua Komisi XI) menanggapi aspirasi para pegiat koperasi, ia menyampaikan terimakasih kepada para pegiat koperasi telah hadir dalam RDPU Komisi XI.
“Kami telah meminta pemerintah agar membuat DIM baru terkait RUU PPSK, kami sangat memahami tentang koperasi dari dan oleh untuknya. Rancangan undang-undang ini mengatur ketika koperasi berhubungan dengan instrumen atau lembaga-lembaga keuangan, bagaimana menyikapinya?”. Jelas Dolfie.
Dolfie manambahkan, Komisi XI hari ini gelar RDPU untuk memberikan kesempatan kepada Pemerintah untuk mendengarkan aspirasi dari pegiat koperasi melalui RDPU ini, Untuk apa, agar pemerintah menyusun kembali rumusan baru RUU PPSK yang menjadi DIM baru dalam RUU PPSK. pungkas Dolfie.
Hadir dalam rapat RDPU 19 (sembilan belas) perwakilan pegiat koperasi se-Indonesia dari Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan dan Nusa Tenggara Timur. Dari perwakilan pemerintah hadir dari Kementerian Keuangan, Kemenkumham dan KemenkopUKM.